Tambang Timah Milik Kopral Naga dan Igus Beroperasi Lagi, Publik Desak Gakkum DLHK dan KPH Sungai Simbulan Tertibkan Kembali
NewsPaper, Bangka Tengah – Dalam beberapa waktu terakhir, tambang ilegal di kawasan hutan lindung Dusun Nadi telah kembali memicu perdebatan besar dan sorotan tajam di kalangan masyarakat dan pemerintah, khususnya warga masyarakat Kecamatan Lubuk Besar dan Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah.
Pasalnya Tambang pasir timah yang beberapa waktu lalu sempat ditertibkan oleh tim gabungan KPH Sungai Simbulan ini diketahui kembali beroperasi dan merambah di kawasan hutan lindung dengan menggunakan alat berat, tiga unit excavator dan buldozer, yang secara jelas melanggar Undang-Undang Kehutanan Nomor 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan serta Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020 dan Penandatanganan Nota Kesepahaman ( MoU ) antara Panglima TNI, Kemenhut RI dan Kementerian Lingkungan Hidup yang bertempat di ruang Hajrul Harahap Blok I lantai 4 Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat Rabu 12 Februari 2025 lalu. Atas hal ini publik mendesak pihak KPH Sunga Simbulan dan Gakkum DLHK Babel dan APH setempat melakukan pengecekan dan penertiban kembali terhadap aktivitas tambang timah ilegal dengan pelaku yang diatasnamakan kepada Oknum TNI Kopral Naga
Menariknya dalam permasalahan ini mengungkapkan bahwa tambang pasir timah itu diduga didukung oleh oknum militer Kopral Viktor Sinaga yang bertugas disalah satu kesatuan Korem Gaya 045 di Kota Pangkalpinang, yang turut memperparah situasi. Hal itu dikuatkan atas pengakuannya saat ia memberikan jawaban konfirmasi kepada wartawan media ini dengan sebuah pengakuan yang mengejutkan dengan menyebutkan bahwa tambang tersebut adalah miliknya.
” Tidak ada kaitannya dengan Igus, itu tambang kami sendiri,” sebutnya dikutip dari pemberitaan media online sebelumnya yang sempat viral. Atas pengakuannya itu publik mempertanyakan loyalitas oknum TNI tersebut kepada pimpinannya Panglima TNI yang telah menandatangani MoU dengan Kementerian Kehutanan RI terkait dukungannya untuk melestarikan hutan dan lingkungan.
Dilansir dari rilis Puspen TNI ” Dalam sambutannya, Panglima TNI menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan langkah strategis untuk mendukung pelestarian lingkungan dan pengelolaan Sumber Daya Alam secara berkelanjutan. “Melalui pelaksanaan ini diharapkan terjalin kerja sama yang lebih baik dan berkelanjutan dalam berbagai program strategis seperti rehabilitasi hutan dan lahan, pengamanan kawasan konservasi, serta edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait pentingnya menjaga lingkungan hidup,” ujarnya.
Spanduk hanya Berupa Simbolisasi, Tanpa ada Tindaklanjut dari KPH Sungai Simbulan
Saat ini, aktivitas tambang tersebut terus berjalan meski telah dilakukan penertiban pada tanggal 17 Juni 2025. Pada saat melakukan penertiban , spanduk larangan beraktivitas di kawasan itu yang dipasang oleh KPHP di lokasi tambang tampaknya hanya berupa simbolisasi tanpa ada tindakan lebih lanjut berupa pengawasan terhadap kawasan tersebut untuk memastikan bahwa spanduk tersebut diikuti dengan langkah-langkah penegakan hukum yang lebih tegas.
Dari segi dampak, operasional tambang ilegal ini berpotensi menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan dan masyarakat setempat. Selain kerusakan hutan yang semakin parah dan meluas, aktivitas penambangan ini juga dapat mengganggu kehidupan sehari-hari terhadap warga sekitar, termasuk potensi kehilangan sumber daya alam yang menjadi tumpuan hidup mereka. Menurut data terkini, volume tambang yang dihasilkan oleh kegiatan ini cukup signifikan, sehingga menambah keresahan di kalangan penduduk setempat.
Oleh karena itu, sangat penting bagi Gakkum DLHK Babel untuk turun tangan bersama KPH Sungai simbulan dan melakukan penertiban kembali terhadap aktivitas ilegal ini. Keseriusan dalam menanggapi situasi akan menjadi faktor penting dalam menjaga kelestarian hutan lindung dan kehidupan masyarakat yang bergantung pada sumber daya alam di sekitarnya. Jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat, kondisi ini berpotensi akan berlarut – larut merugikan lingkungan, dan masyarakat yang ada di sekitar Dusun Nadi, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah.
Peran Vital Kopral Naga dalam Operasi Tambang milik Igus
Kopral Naga, seorang oknum anggota TNI, yang diduga kuat terlibat dalam aktivitas tambang ilegal yang beroperasi di kawasan hutan lindung Dusun Nadi. Diketahui bersama bahwa tambang pasir timah ilegal dengan menggunakan alat berat jenis excavator dan buldozer, sangat jelas melanggar Undang-Undang Kehutanan Nomor 18 Tahun 2013 mengenai pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan serta UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 serta melanggar Nota Kesepahaman ( MoU) antara Panglima TNI dan Kementerian Kehutanan RI. Dalam konteks ini, peran Kopral Naga sangat krusial, karena keberadaannya yang diduga memberikan dukungan kepada pelaku penambang bernama Igus. Sehingga aktivitas yang beroperasi di dalam kawasan hutan lindung Dusun Nadi, Kecamatan Lubuk Besar, dan melanggar hukum ini dapat terus berlangsung.
Jika ditelisik lebih lanjut dukungan terhadap aktivitas tambang ilegal ini dapat menciptakan dampak yang sangat ekstrim terhadap penegakan hukum di daerah tersebut. KPHP Sungai Simbulan beserta tim gabungan bila perlu dibantu oleg GAKKUM DLHK Provinsi Bangka Belitung harus kembali melakukan pengecekan untuk memastikan bahwa aktivitas ini tidak hanya dihentikan sementara tetapi juga ditindaklanjuti dengan sanksi yang tegas terhadap pelaku tambang yang diduga telah melakukan perusakan lingkungan dan hutan lindung.
Keberadaan spanduk larangan yang dipasang oleh KPHP jangan cuma berupa simbolisasi, namun harus dijadikan tanda bahwa hukum tetap berlaku, tanpa memandang status apapun, termasuk mereka yang mempunyai pengaruh seperti Kopral Naga oknum TNI yang bertugas di Kesatuan Korem Gaya 045 Pangkalpinang
Dari perspektif sosial dan politik, posisi oknum TNI Kopral Naga memberikan pengaruh yang kuat, yang sering kali membuat masyarakat menjadi skeptis terhadap kemampuan pihak yang berwenang dalam hal ini KPH Sungai Simbulan dan Aparat Penegak Hukum ( APH )untuk melindungi hutan lindung dan kelestarian Lingkungan.
Dengan adanya dukungan dari seorang oknum TNI, penambangan ilegal ini menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat, sehingga upaya mereka untuk melestarikan hutan dan lingkungan menjadi terhalang oleh praktik-praktik yang tidak sesuai dengan norma hukum. Oleh karena itu, keberanian untuk menegakkan hukum dengan tegas menjadi sangat penting, agar tidak terdapat ketimpangan antara kekuasaan dan penegakan hukum di wilayah tersebut.
Dampak Lingkungan dan Sosial dari Tambang
Aktivitas tambang ilegal di hutan lindung Dusun Nadi membawa serta berbagai dampak negatif yang signifikan, baik dari segi lingkungan maupun sosial. Penggunaan alat berat seperti excavator dan buldozer dalam operasi tambang ilegal ini bukan hanya melanggar UU Kehutanan Nomor 18 Tahun 2013, tetapi juga menyebabkan kerusakan yang mendalam pada ekosistem yang ada.
Penebangan pohon secara liar dan penggalian tanah yang berlebihan jelas mengancam keberadaan keanekaragaman hayati, yang menjadi salah satu aset terpenting bagi kehidupan di daerah tersebut.
Dampak lingkungan yang paling mencolok akibat tambang tersebut adalah pencemaran air. Proses penambangan seringkali mengakibatkan aliran limbah beracun yang mencemari sumber air di sekitar.
Hal ini tidak hanya merugikan flora dan fauna setempat, tetapi juga berdampak buruk bagi masyarakat lokal yang bergantung pada sumber air tersebut untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan alat berat yang digunakan dalam aktivitas ini, risiko pencemaran akan semakin terbuka lebar, dan upaya untuk mengembalikan kualitas lingkungan akan menjadi semakin rumit.
Dari sisi sosial, masyarakat sekitar mengalami kerugian signifikan akibat aktivitas tambang ilegal yang tidak memberikan kontrbusi apapun kepada daerah setemapat selain dari kerusakan lingkungan dan hutan. Testimoni dari warga menunjukkan bahwa keberadaan tambang tidak hanya menghancurkan ketenangan dan keamanan, tetapi juga menggangu sistematis kehidupan sosial mereka.
Kegiatan ini juga dapat memicu konflik dan ketegangan antara mereka yang bekerja di tambang dan mereka yang menentangnya, serta menantang hak-hak masyarakat atas tanah dan lingkungan mereka. Selain itu, aktivitas tambang tersebut berpotensi menciptakan ketergantungan ekonomi yang tidak stabil, di mana masyarakat terjebak dalam siklus ekonomi yang tidak berkelanjutan.
Mempertimbangkan semua itu, KPHP Sungai Simbulan, Gakkum DLHK Provinsi Babel dan APH setempat harus kembali melakukan pengecekan menyeluruh terhadap tambang tersebut untuk menegakkan hukum dan melindungi lingkungan serta masyarakat lokal. Pengawasan yang ketat, terutama terkait dengan spanduk larangan yang dipasang oleh kphp, juga harus melebihi simbolisasi, agar efektivitasnya dapat dirasakan oleh semua pihak yang terlibat.
Langkah-langkah yang Dapat Diambil untuk Mengatasi Masalah Ini
Masalah tambang ilegal di hutan lindung, seperti yang terjadi di Dusun Nadi, memerlukan pendekatan komprehensif dari pemerintah, masyarakat, dan organisasi lingkungan. Pertama-tama, penegakan hukum harus ditingkatkan. Gakkum DLHK diminta turun untuk melakukan penertiban kembali terhadap aktivitas tambang ilegal yang beroperasi dengan cara tidak sah. Penggunaan alat berat seperti excavator dan buldozer di kawasan hutan lindung tidak hanya melanggar Undang-Undang Kehutanan Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, tetapi juga Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020 dan Nota Kesepahaman antara Panglima TNI dan Kemenhut RI. Dengan kata lain, pihak berwenang harus menindak tegas seperti yang dilakukan pada 17 Juni 2025, ketika spanduk larangan beraktivitas sempat dipasang.
Selain itu, KPHP Sungai Simbulan beserta Tim Gabungan harus kembali melakukan pengecekan untuk memastikan bahwa spanduk larangan yang dipasang bukan hanya simbolisasi. Fungsi spanduk tersebut harus dioptimalkan agar efektif dalam mengedukasi masyarakat tentang dampak negatif dari kegiatan tambang. Masyarakat juga diminta untuk berperan aktif dalam pelestarian lingkungan, misalnya dengan melaporkan aktivitas mencurigakan dan mendukung program-program kampanye yang mendorong perlunya menjaga hutan lindung. Kerjasama antara masyarakat dan organisasi lingkungan sangat penting untuk menciptakan kesadaran akan akibat jangka panjang dari penambangan ilegal yang ditegakkan oleh oknum, seperti yang terindikasi dengan keterlibatan oknum TNI Kopral Viktor Sinaga.
Langkah nyata lainnya adalah meningkatkan transparansi dalam pengelolaan kawasan hutan. Monitor dan evaluasi berkala oleh organisasi independen dapat membantu dalam menciptakan akuntabilitas. Dengan begitu, ancaman terhadap pelestarian hutan akan lebih mudah terpantau dan diatasi. Reformasi dalam pendekatan kebijakan dan pembangunan yang berkelanjutan juga harus dipertimbangkan untuk melindungi keanekaragaman hayati di kawasan hutan lindung. ( Tim/Red )
Sumber : MoneyTalk-Issuu.site
Share this content:
Post Comment